NUSANTARAEXPRESS, CIANJUR - Oknum penyidik di Polres Cianjur Iptu AS patut diduga memback-up terlapor kasus dugaan penculikan anak atas nama Sofjan Jendi, seorang lelaki paruh baya yang tinggal di sebuah apartmen di Cakung, Jakarta Utara. Pasalnya, oknum penyidik tersebut terkesan membela sang terlapor Sofjan Jendi dan mengabaikan laporan sang ayah kandung si anak yang dibuat di Mapolsek Pacet, Polres Cianjur, Polda Jawa Barat.
Sebagaimana dibeberkan kakek dari sianak yang mengalami penculikan, Bustomi, bahwa ayah kandung sang anak, Danny Eka Prasetio (29 tahun) membuat laporan kehilangan anak lelakinya berusia menjelang 7 (tujuh) tahun, ke Mapolsek Pacet pada tanggal 15 Januari 2021. Namun, lima hari kemudian, tepatnya pada tanggal 20 Januari 2021, terduga penculik anak itu datang membuat laporan polisi ke polsek yang sama, yakni Mapolsek Pacet, dengan tuduhan penganiayaan anak oleh nenek sang anak, sebut saja namanya Budi, yang diculiknya tersebut. Padahal, Danny Eka Prasetio telah kehilangan anaknya Budi dan berada di bawah kekuasaan Sofjan Jendi sejak 15 Desember 2020 alias selama 36 hari.
Dalam laporan polisi yang dibuat oleh Danny Eka Prasetio dengan nomor: LP/011/B/I/2021/JABAR/RES CJR/SEK PACET, tertanggal 15 Januari 2021, Danny menjelaskan kronologi kejadian terkait dugaan peristiwa tindak pidana "Membawa anak di bawah umur dari penguasaan yang berhak" yang dilakukan oleh Sofjan Jendi terhadap anak kandungnya. Peristiwa itu terjadi pada hari Selasa, 15 Desember 2020, sekira pukul 12.00 WIB, di Villa Rahayu Kp. Pasir Kampung, RT.004, RW.016 Desa Cipanas, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Pada surat bukti lapor, yang ditandatangani oleh SPKT I, Aipda E. Koswara, NRP: 80070603, yang diberikan kepada pelapor Danny Eka Prastio, polisi menetapkan sangkaan tindak pidana yang dilaporkan adalah pelanggaran Pasal 331 KUHPidana oleh Sofjan Jendi. Secara lengkap, pasal 331 ini berbunyi: Barang siapa dengan sengaja menyemhunyikan orang yang belum dewasa yang ditarik atau menarik sendiri dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya. atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, atau dengan sengaja menariknya dari pengusutan pejabat kehakiman atau kepolisian diancam dengan penjara paling lama empat tahun, atau jika anak itu berumur di bawah dua belas tahun, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun [1].
Menurut Danny Eka Prasetio, kejadian berawal dari datangnya Sofjan Jendi ke rumah nenek korban (Ibundanya Danny Eko Prasetio) yang saat itu tinggal bersama cucunya, Budi. Sofjan Jendi meminta izin untuk membawa Budi yang katanya akan diajak makan siang bersama dua orang anak lainnya. Sang nenek mengizinkan dengan pertimbangan bahwa dia mengenal Sofjan Jendi dan ada dua anak lainnya yang ikut serta.
Selanjutnya, sore hari dua anak lainnya sudah dikembalikan ke rumah mereka masing-masing yang satu kawasan dengan tempat tinggal neneknya Budi, walaupun kedua anak itu diturunkan di luar pagar kawasan tempat mereka tinggal. Budi tidak dikembalikan seperti anak lainnya, tapi dibawa serta oleh Sofjan Jendi, dan tetap ditahannya sampai dengan dibuatnya laporan polisi oleh ayah kandung Budi, Danny Eko Prasetio, ke Polsek Pacet, tanggal 15 Januari 2021.
Beberapa kejanggalan dengan mudah terlihat dari soal waktu kejadian, yakni rentang waktu 36 hari saat sang anak dikuasai oleh Sofjan Jendi, yang belum menikah dan secara fisik terlihat gemulai. Keanehan pertama, Sofjan Jendi tidak punya hubungan keluarga apapun dengan sang anak, Budi. Sofjan Jendi hanya pernah menjadi boss yang memberi pekerjaan bagi ayahnya si anak, Denny Eka Prasetio, beberapa tahun lalu. Pada kasus ini, sesungguhnya para pihak terkait perlu meneliti lebih cermat terkait legal standing Sofjan Jendi pada saat membuat laporan polisi.
Keanehan kedua, Sofjan Jendi melaporkan dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh neneknya si anak, tapi mengapa menunggu 36 hari sianak dalam penguasaannya secara illegal (dugaan penculikan) untuk kemudian membuat laporan polisi? Lagi, jika terjadi penganiayaan terhadap si anak, yang dibuktikan dengan hasil visum et repertum, patut diduga bahwa kekerasan dan penganiayaan itu bukan dilakukan oleh si nenek atau keluarga si anak lainnya, tapi sangat mungkin dilakukan oleh si penculik Sofjan Jendi pada rentang waktu 36 hari itu.
Sebagaimana banyak peristiwa aneh di kalangan lelaki gemulai tidak beristri, yang sering terlibat kasus kelainan orientasi seksual dan kejahatan seksual sesama jenis, maupun pidana paedophilia, maka seharusnya aparat perlu lebih waspada dan teliti dalam menangani kasus tersebut. Sangat mungkin dalam kasus ini telah terjadi ‘maling teriak maling’ yang telah mengecoh oknum polisi polos di Polsek Pacet dan Polres Cianjur.
Kasus bergulir, kini laporan polisi yang dibuat di Polsek Pacet diambil-alih oleh Polres Cianjur, dan ditangani oleh Unit PPA Satreskrim Polres Cianjur. Aneh bin ajaib, laporan kehilangan anak yang dilakukan pada 15 Januari 2021 terkesan diabaikan. Malahan, laporan dugaan penganiayaan anak yang dilakukan pada 20 Januari 2021 justru mendapat tempat terbaik di hati oknum penyidik Iptu AS dan Bripka VPJ.
Pertanyaan mendasar yang harus diajukan adalah mengapa laporan sang ayah kandung si anak tertanggal 15 Januari yang dibuat lebih dahulu tidak diproses sebagaimana mestinya? Anak hilang selama 31 hari, dilaporkan dugaan penculikan oleh orang yang tidak ada hubungannya dengan sang anak, tidak direspon dengan benar? Justru sebaliknya, si terduga penculik yang membuat laporan penganiayaan anak yang diambilnya secara melawan hukum lima hari kemudian justru polisi meresponnya dengan cepat? Mengapa keluarga si anak melapor diabaikan, laporan orang lain yang tidak ada hubungannya dengan si anak malahan yang diproses?
Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan itu tidak mendapatkan jawaban semestinya ketika dipertanyakan kepada oknum penyidik Iptu AS. Hingga berita ini naik tayang pada Kamis, 4 Februari 2021, permintaan konfirmasi dan jawaban atas berbagai pertanyaan di atas hanya dibaca oleh oknum penyidik Iptu AS itu, yang malah menyuruh Redaksi media ini mendatanginya ke Polres Cianjur untuk mendapatkan jawaban dan konfirmasi. “Siap bapak sebaiknya klarifikasi besok di kantor supaya lebih jelas,” demikian tulisnya sebagai balasan pesan WhatsApp Redaksi, Kamis, 4 Februari 2021.
Terkait dengan fenomena absurd tersebut, Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, meminta perhatian pimpinan Polri, baik Kapolres Cianjur, AKBP Mochamad Rifai, S.I.K., M.Krim; Kapolda Jawa Barat, Irjen Ahmad Dofiri; maupun Kapolri, Jenderal Polisi Drs. Listy Sigit Prabowo, M.Si untuk mencermati kasus dugaan penculikan anak yang dilaporkan ayah kandung si anak versus dugaan penganiayaan anak yang dilaporkan oleh orang yang tidak punya hubungan kekeluargaan sama sekali dengan sang anak. “Kita perlu mendesak pimpinan Polri, mungkin melalui unit Wassidik, untuk turun memeriksa para polisi yang menangani kasus ini, sebab sangat terang-benderang terlihat kejanggalan dan keanehan dalam penangannya. Saya berharap agar para oknum polisi di manapun bertugas untuk meninggalkan budaya bermain kasus demi kepentingan pribadi, kelompok, ataupun kepentingan pihak lainnya,” tegas Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu berharap. (APL/Red)
Catatan:
[1] Bab 18 – Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang;
Posting Komentar