https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgTJW-Zp8fBJURdHOGMjuHHjL0dz9-XyiuRsxs2sDxcglo5xdHjjES-lqpM2aSDbGzkKjuK2moHobyxb-m2uUp3sFVOFCamLv4OZ6a9BT7prAKvJ9_GEROqi-jA0uV_dnZ-FrWx3sGvUJJW8786ROyXg7gTFLWWDT6ERJxcURbUv5XtrgocIMrmx1k6NKg=s720

NUSANTARAEXPRESS, JAKARTA - Bertempat di Hotel Grand Mercure Harmoni, Staf Ahli Kasad Bidang Intekmil dan Siber menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertemakan “Memperkuat Pertahanan Siber Dalam Rangka Mendukung Tugas Pokok TNI AD”, Jakarta, Rabu (24/3/2021).

Dalam sambutan tertulisnya Koordinator Staf Ahli (Koorsahli) Kasad Letjen TNI Besar Harto Karyawan, S.H., M.Tr. (Han), yang dibacakan Pati Ahli Kasad tingkat III Bidang Intekmil dan Siber, Mayjen TNI M. Sabrar Fadhilah, mengatakan perkembangan dan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di era industri 4.0 pada saat ini sudah memasuki semua aspek kehidupan masyarakat di dunia. Pemanfaatan TIK tersebut mendorong terbentuknya satu komunitas yang terhubung secara elektronik dalam satu ruang yang sering disebut ruang siber (cyber space).



Ditegaskan, bahwa sistem elektronik termasuk jaringan internet pada saat ini dimanfaatkan untuk mendukung berbagai kegiatan di sektor usaha, perdagangan, layanan kesehatan, komunikasi dan kepemerintahan, serta sektor pertahanan. Semakin meluas dan meningkatnya pemanfaatan TIK, khususnya melalui jaringan internet diiringi pula dengan meningkatnya aktivitas ancaman. Ancaman itu antara lain upaya membobol kerahasiaan informasi, merusak sistem elektronik dan berbagai perbuatan melawan hukum lainnya.

“Dengan memperhatikan hal di atas, ruang siber perlu mendapatkan perlindungan yang layak guna menghindari potensi yang dapat merugikan pribadi, organisasi bahkan negara,” tambahnya.

Selanjutnya Koorsahli Kasad, menjelaskan bahwa istilah pertahanan siber muncul sebagai upaya untuk melindungi diri dari ancaman dan gangguan tersebut. Pertahanan siber bertingkat dari lingkup perorangan, kelompok kerja, organisasi sampai dengan skala nasional. Perhatian yang khusus diberikan pada sektor yang mengelola infrastruktur kritis seperti pertahanan keamanan, energi, transportasi, sistem keuangan, dan berbagai layanan publik lainnya. Gangguan pada sistem elektronik pada sektor-sektor ini bisa menyebabkan kerugian ekonomi, turunnya tingkat kepercayaan kepada pemerintah, terganggunya ketertiban umum dan lain-lain. Resiko ini yang menjadi pertimbangan diperlukannya pertahanan siber yang kuat dalam satu Negara.

4 (Empat) Narasumber

Dalam FGD yang sangat kondusif, menghadirkan 4 (empat) narasumber, yakni; Dirjen PPI Kemenkominfo RI, Prof. Dr. Ahmad M. Ramli; Kepala BSSN Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian yang diwakilkan kepada Direktur PIIFD BSSN, Brigjen TNI Bondan Widiawan; Dansat Siber TNI, Brigjen TNI (Mar) Suaf Yanu Hamdani; dan Adri Gautama dari CISCO.

Dirjen PPI Kemenkominfo RI, Prof. Dr. Ahmad M. Ramli mengatakan, bahwa penyebaran hoaks, termasuk hoaks tetang virus Corona sangat tinggi. Hoaks merupakan satu problem bagi bangsa Indonesia yang harus dapat diatasi.

Kepala BSSN yang disampaikan Direktur PIIFD BSSN, Brigjen TNI Bondan Widiawan, dalam paparannya merekomendasikan beberapa penguatan pertahanan siber untuk TNI diantaranya; Security Awareness menjadi kunci pencegahan; Informasi Sensitif (Intelijen) menjadi komoditas target serangan; Menjaga keamanan infrastruktur informasi kritikal di TNI; Membangun kapabilitas ofensif TNI di ruang siber; Membangun kapabilitas tanggap insiden siber dan; Membangun kolaborasi dengan komunitas dan pemangku kepentingan.

Dansat Siber TNI, Brigjen TNI (Mar) Suaf Yanu Hamdani menyebutkan, terkait tren serangan siber, yang meliputi; critical sampai 4,01% (jumlah serangan 7.348.042), medium 4,74% (jumlah serangan 8.666.600), dan low 91,25% (dengan jumlah serangan 167.006.046). Sedangkan narasumber terakhir, Adri Gautama, menguraikan tentang kebijakan keamanan siber, tata kelola, dan kepemimpinan untuk perwira senior. (Dispenad)

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.