Balada Rasuah di Negeri Para Bedebah
Oleh : Agung Marsudi
Rumahnya megah,
mobilnya mewah, plat merah
kiri kanan ajudan, membawa naskah
pidato pembagian sembako dan sedekah
tapi rakyat tetap susah,
kenapa negeri ini begitu banyak rasuah
mestinya mereka sudah dapat kartu merah
Laporan dari bawah,
menumpuk di laci birokrasi tukang olah,
padahal kita tahu, merekalah calo-calo proposal semangka "dibelah"
Laporan dari kades dan lurah,
hanya menumpuk di meja anggota dewan keluh kesah
padahal kita tahu pemerintah,
kerjanya tukang "perintah"
Perda itu peraturan daerah
Bukan "pertalian darah"
Inikah, yang disebut negeri para bedebah
Jabatan dilelang, anggaran diperjualbelikan
Lelang, beli, jual adalah mesin kapital
Tak tik tirani, tik tak memenangi
permainan dan monopoli
Kepalanya ngaku nasionalis,
tapi leher ke perut kapitalis
bawah perut maunya liberalis
Tahta, harta, wanita
O, bau tak sedap korupsi merebak kemana-mana,
politik sandiwara, yang tak ada habis-habisnya
Penjara, tak membuat mereka jera
Ada gelisah, arus bawah
dengan hati melawan hegemoni
tapi ketika miliaran rupiah mulai dibagi-bagi
mereka seperti kehausan
lintang pukang, masuk kandang
Dana BOS itu, bukan untuk bos
Itu proyek jalan lingkar, bukan jalan melingkar-lingkar
Itu proyek pengadaan, bukan arisan
Betelagah pasang lukah,
proyek-proyek basah
Inikah, yang disebut negeri para bedebah
Yang menipu jalannya sejarah
Maaf, tuan dan puan,
Ini hanya puisi antirasuah, bukan khutbah
Ini hanya puisi antikorupsi, bukan testimoni
Rakyat butuh nasi
Tapi dijejali pidato demokrasi
Makeralisasi, mafia proyek kelas tinggi
Pasal-pasal kontrak dihapus dan diganti
Gendang gendut, tali kecapi
Kenyang perut karena korupsi
Dibacakan dalam acara Deklarasi Seniman Antikorupsi Bengkalis (SUNKIS)
Di : Piramida Cafe
Tanggal : 30 April 2021
Posting Komentar