Kerawang -
AktualInvestigasi.com | Kasus penganiayaan dan penculikan terhadap Junot seorang wartawan dan satu rekanya, yang diduga dilakukan oleh oknum pejabat Pemerintahan Daerah Kabupaten Karawang semakin memanas.
Babak baru peristiwa tersebut pun, mulai bergulir. Gusti Setya Gumilar yang akrab disapa Junot kepada puluhan wartawan di Mako Polres Karawang, secara ‘blak-blakan’ menceritakan kronologis kejadian dirinya ditemui seorang “utusan” yang mengaku membawa pesan dari Karawang satu, Senin (26/9/2022).
Dituturkan Junot, Saat itu dirinya hendak menyerahkan Barang Bukti (BB) berupa pakaian yang ia pakai pada saat dirinya mengalami penganiayaan. Namun kemudian ia bertemu rekannya satu profesi yang juga ia sudah anggap Abangnya sendiri dan bersedia mengantarkannya ke Polres Karawang.
” Awalnya saya hendak ke Polres menyerahkan barang bukti berupa pakaian, namun saat itu ,saya bertemu rekan satu profesi saya, yang kemudian malah mengajak saya ke sebuah kantor pemasaran didaerah Majalaya, yang akhirnya tidak jadi ke Polres Karawang,” ungkapnya.
“Junot, mengaku di telpon (melalui saluran telepon genggamnya), oleh salah seorang yang mengaku utusan penguasa ditawari uang sebesar Rp. 50 juta yang mengatakan uang itu adalah uang pribadi penguasa tersebut, namun saya tolak,” ucapnya.
Dari situ, lanjut Junot menuturkan, ia oleh rekannya dibawa ke Hotel Novotel dan disana sudah disiapkan Check – in selama dua hari dikamar Nomor 915.
“saya dibawa ke Novotel, dan disana saya sudah disiapkan check in dua hari. Saya check- in bersama rekan saya, dimana kita masih VC (vidio call ) dengan utusan penguasa tersebut,” tambahnya.
Tak lama kemudian selang satu jam setengah, utusan penguasa tersebut datang dan beliau menanyakan apakah saya berkenan atau tidak. Kemudian disana ada bahasa dari Rp. 50 juta naik ke Rp. 75 juta dan saya tanya kalau misalkan saya berdamai bagaimana kemudian tanggung jawab saya kepada rekan -rekan (wartawan), kepada masyarakat Karawang, dia bilang, Junot geser dari Karawang selama 1 sampai 2 minggu , silahkan mau di Semarang atau Jogjakarta,” ulasnya menceritakan penawaran damai yang dibawa utusan sang penguasa.
Setelah berbincang dengan utusan tersebut, Tidak lama kemudian, lanjut Junot lagi, ada VC dengan sang penguasa. Ditegaskan Junot kepada wartawan, sang penguasa tersebut yaitu Karawang I atau Bupati Karawang.
Karena saya mengetahui betul pakaian yang saya lihat didalam VC tersebut. Ketika VC ini, beliau (Karawang I) memohon kepada saya sambil menangis bahwa apa yang terjadi kepada saya dengan “orangnya dia ” atau “pejabatnya dia ” ini banyak ditunggangi oleh politik,” terangnya.
“Disitu saya memohon maaf bahwa perlakuan dari pejabat itu sudah menyakiti saya, orang tua saya dan teman -teman saya. Dan saya katakan saya ingin tetap on the track,” lanjut Junot.
“Disitu beliau pun sempat menangis dalam VC tersebut, dan meminta maaf sambil mengatakan “hampura kang Junot ,kamu juga sering mengkritisi saya” aku minta maaf sama kamu sama ibu kamu, nenek kamu. Dan soal Fery juga soal pengacara saya, penguasa tersebut juga mengatakan bahwa itu nanti adalah urusannya,” imbuh Junot lagi.
Kemudian Junot juga mengungkapkan, ia diminta menandatangani surat pernyataan dan Karawang I mengatakan bahwa uang itu uang pribadinya.
saya diminta menandatangani, dan bahasanya saat itu bahwa, itu uang dari aku pribadi bukan dari Aang. Saya pun ikuti alur pihak mereka ,saya mau menandatangani dengan catatan pakai paraf saja tidak mau tanda tangan asli, disitu saya juga diminta tag vidio, bahwa saya berada dalam kesadaran yang penuh. Dan menyebutkan itu hanya kesalahpahaman,” urainya.
Menurut Junot, utusan penguasa tersebut adalah seorang anggota DPRD Kabupaten Karawang berinisial DIS.
“Disana saya di vidiokan beberapa kali oleh utusan inisial DIS yang juga seorang anggota dewan dari partai penguasa. Kemudian ketika saya sudah menandatangani dan membuat vidio tersebut, datang orang membawa sebuah dus kue ketika dibuka ini uang pribadinya teteh. Utusan penguasa itu mengatakan saya tidak memotong sama sekali, dan ketika dihitung oleh orang tersebut ada sekitar Rp. 100 juta,” pungkasnya.
Sementara di tempat terpisah, Ketua Umum GWI Andera melalui Wakil ketua umum, Makmur Napitupulu, mendengar hal tersebut, sangat geram atas perlakuan oknum penguasa kabupaten Karawang yang tidak berprikemanusiaan dan tidak punya hati nurani.
” Lanjutkan proses hukum, dan segera tangkap pelakunya, ” ucap Makmur Napitupulu. [Akt-002/RED-AI/I/2022/Agi].